MENIKAH ITU...
Ini
bukan bahan untuk menakut-nakuti seseorang yang sedang berniat membangun
keseriusan dalam hubungan rumah tangga. Tapi ini rambu. Bahwa apa yang ditakutkan
sebaiknya dikenali dan dipahami mulai sekarang. Bukan besok setelah menikah.
Untuk mulai memperbaiki apa yang salah.
Untuk mulai mengurangi apa yang berlebih.
Untuk mulai menambah apa yang kurang.
Dan untuk mulai memperkaya apa yang sudah
dimiliki.
1. Menikah
memang sederhana.
Tapi tidak
sesederhana bilang sah dan semua kehidupan lalu berbeda hari itu juga.Bagiku menikah adalah
sebuah kesungguhan diri atas Tuhan dan manusia yang akan kita bersamai.
2. Menikah adalah janji.
Janji dalam kebersamaan apapun kondisinya. Saat sehat
maupun sakit, muda maupun tua, kaya maupun miskin, lapang maupun sempit.
3. Menikah berarti kita harus adaptasi.
Menikah berarti turut meminang budaya baru,
meminang sifat dasar pasangan beserta keluarganya, menghilangkan sikap buruk
pada diri, melengkapi kekurangan pasangan, siap menjadi dinding aib pasangan,
siap jadi atap dan lantai bagi anak-anak, siap menjadi pekerja rumah tangga sepanjang
hidup, siap dengan segala perbedaan isi kepala, siap mengalah, siap meminta
maaf, siap jujur di segala kondisi dengan pasangan, harus siap membentuk sebuah
pribadi baru yang unggul (anak), harus tahan hati dari omongan orang, harus melihat
segalanya dengan kepala dingin, harus selalu tegar demi anak dalam kondisi
apapun.
4. Menikah bukan sekedar sah.
Butuh paham ilmu agama. Bagaimana seharusnya sikap, tata cara, proses,
kendala, dan cara pemecahan masalah dalam berumah tangga.
Butuh bekal ilmu parenting untuk anak-anak. Bagaimana cara merawat, mengajari, mendidik,
menuntun, dan sampai terakhir pada berjalan beriringan—cara komunikasi yang
bersahabat.
Butuh bekal ketahanan mental. Harus ingat bahwa dalam sebuah pernikahan saat
kata sah sudah terucap, maka semua kekurangan pasangan akan terlihat, semua
sifat buruk dan fisik pasangan yang tidak sempurna akan tersingkap, seluruh
pandangan dan asumsi pasangan dalam
suatu hal akan saling beradu. Akan ada pertengkaran. Akan ada suatu keributan
mungkin di pagi hari, mungkin di siang hari, mungkin di sore hari, mungkin di
malam hari. Mungkin juga tidak hanya sekali dua kali.
5. Menikah
bukan untuk menggantungkan diri pada sang pencari nafkah.
Menjadi seorang istri
atau ibu tidak hanya bersolek di depan kaca untuk pasangan. Tapi mengerjakan
semua hal yang ibu dulu lakukan untuk kita dan untuk bapak. Memasak, mencuci,
beres-beres rumah, mengurus anak, bersosialisasi dengan tetangga dan saudara
pasangan, belanja, mengatur pengeluaran agar tidak boros, selalu mendahulukan
kebutuhan berdasarkan urgensinya, memprediksi pengeluaran tak terduga, selalu
peka pada apa yang mungkin akan terjadi di masa mendatang.
6. Menikah
tidak melarang. Tapi menikah membatasi diri.
Menikah membatasi
dalam hal aktualisasi diri. Ingin belajar harus lebih dulu memikirkan kebutuhan
pasangan dan anak. Ingin punya usaha harus dapat ijin dari pasangan. Ingin
travelling harus dapat ijin dari pasangan. Bahkan beberapa ada yang sama sekali
melarang hal di atas. Mereka bilang harus fokus pada anak.
Yang bilang menikah
tidak membatasi, mereka cuma sedang berbohong pada diri sendiri.
Sudahkah kamu
menanyakan keridhoan pasangan atas apa yang masih kamu lakukan saat masa
lajangmu?
Anak bukan halangan
berkarir, tapi apa kamu tega menitipkan anakmu pada orang tuamu atau
pembantumu?
Apa kamu sudah yakin
anakmu dididik seperti yang kamu mau?
Apa kamu yakin mereka
sudah mendapat semua kasih sayang darimu?
Menikah memang tidak
melarang seseorang. Tapi menikah membatasi. Terlebih jika dia sadar dimana
kewajibannya. Menikah itu harus rela
mengorbankan mimpi jika perlu. Dan jika mimpi benar-benar terwujud, itu
sebetulnya hanya bonus.
7. Menikah
bukan main-main.
Karena ini suatu
penjalanan sunnah rosul. Karena ini perintah Allah. Karena ini adalah sebuah
proses pembentukan pribadi baru untuk masa mendatang. Kita dengan kekuatan sekarang
ini harus membangun pribadi yang lebih kuat berkali-kali lipat agar jadi
generasi unggul.
8. Menikah adalah keseriusan dalam beribadah.
Dimana ibadah
termulia semua teraduk di sana. Tanpa ilmu dan bekal yang matang, ibadah itu
akan terasa hampa dan sia-sia. Menikah berarti siap menangis. Siap merenungi
diri tiap waktu. Siap kreatif mengajari anak. Siap berubah demi anak atau calon
anak. Siap tersenyum padahal tubuh lelah luar biasa.
Siapkah kamu dan aku dengan itu
semua? Karena menikah itu seperti ada di sebuah pulau terpencil di samudera
luas. Begitu kamu ada di dalamnya, kamu harus bisa bertahan. Mau tidak mau,
bisa tidak bisa. Kamu harus belajar memahami dan memaklumi apa yang ada di
pulaumu. Dan bagaimana kamu akhirnya bisa membangun sebuah hunian megah di
dalamnya dengan apa yang kamu punya. Dengan keterbatasan itu. Dengan rasa sakit
yang pasti kamu terima.
Itulah menikah.
Jadi
sekali lagi, ketika kamu sudah membulatkan tekad untuk menuju ke sana, harusnya
kamu sudah lebih dulu memahami tulisan ini. Kamu harusnya sudah membaca
berkali-kali agar kamu ingat bahwa menikah
adalah suatu hal yang sederhana tapi dengan proses yang begitu luar biasa.
Comments
Post a Comment
Komentarlah dengan sopan. Tidak mengandung SARA. Komentar yang berisi link aktif akan dihapus dan dianggap sebagai spam